Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) perlu membentuk Badan Khusus/Lembaga Survey Independen untuk mengukur hingga mensurvey kinerja logistik Indonesia secara berkala guna memperoleh data pembanding Logistics Performance Index (LPI) yang selama ini dirilis perdua tahun sekali oleh World Bank.

Hal itu itu disampaikan Ketua Umum DPW Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta, Adil Karim, kepada wartawan di kantornya, pada Jumat (21/7/2023).

“Lembaga atau badan khusus itu bisa saja di inisiasi pembentukannya oleh Menko Marves. Sehingga nantinya jikalau report LPI yang disampaikan World Bank terdapat ketidaksesuaian dengan fakta dilapangan sebagaimana geografi Indonesia, bisa di komparasi datanya,” ujar Adil Karim.

Dia mengatakan, selama ini World Bank menerbitkan LPI yang skor-nya dihitung berdasarkan enam paramater yakni; customs, infrastructure, international shipments, logistics competence and quality, timelines, dan tracking & tracing.

“Untuk custom dan Infrastruktur yang melibatkan peran peran dan layanan pemerintah skor-nya sudah cukup baik. Namun parameter lainnya seperti international shipments, logistics competence and quality, timelines, dan tracking & tracing yang lebih dominan oleh swasta justru skor-nya rendah. Nah disinilah ‘benang merah’ atau akar masalahnya yang mesti kita perbaiki bersama,” tuturnya.

Adil menambahkan, pelaku usaha dan stakeholders terkait juga mesti mendukung jika inisiasi pembentukan lembaga/badan khusus untuk itu benar-benar dilaksanakan oleh Menko Marvest yang dipimpin Luhut B Panjaitan. Caranya dengan menghilangkan ego sektoral sehingga lembaga/badan tersebut bisa bersifat independen yang bertanggung jawab langsung ke Presiden.

Disisi lain, imbuh Adil, National Logistics Ecosystem (NLE) yang sudah diluncurkan Pemerintah RI mesti segera bisa berjalan secara utuh. Kalau masih ada hambatan, misalnya di cross border, delivery order (DO) online, atau masih ada ego sektoral yang membuat NLE tidak bisa berlari kencang, mesti segera dibenahi.

Adil mengatakan, ALFI sepakat dengan apa yang disampaikan Menkeu Sri Mulyani yang menyatakan bahwa kinerja logistik bergantung pada koordinasi antar Kementerian dan Lembaga (K/L) dalam menyederhanakan setiap prosesnya, sehingga upaya terus menerus memperbaiki sinergi K/L dalam rangka menyederhanakan pelayanan itu menjadi salah satu keharusan.

Menurut Adil Karim, upaya penataan ekosistem logistik melalui penerapan National Logistics Ecosystem (NLE), yang kini digadang-gadang oleh Pemerintah perlu segera dilakukan secara sistematis, terukur dan didukung penuh semua stakeholders untuk mendongkrak kinerja LPI Indonesia.

Pasalnya, NLE merupakan kolaborasi yang melibatkan berbagai pihak berkaitan dengan arus logistik barang, sistem perbankan, sistem transportasi pergudangan, dan entitas-entitas lainnya yang termasuk di dalam NLE.

Berdasarkan catatan redaksi, NLE saat ini telah diimplementasikan secara bertahap hingga 46 pelabuhan pada tahun 2023, penerapan NLE tersebut didasarkan pada empat pilar utama yakni perbaikan layanan  di bidang logistik melalui simplifikasi proses bisnis berbasis elektronik, dan kolaborasi sistem layanan logistik antar pelaku kegiatan logistik.

“Selain itu, dengan NLE bisa memberikan kemudahan dan fasilitasi pembayaran antar pelaku usaha terkait proses logistik, dan penataan sistem dan tata ruang kepelabuhanan serta jalur distribusi,” ujar Adil.

 

ALFI Bukan Responden di 2022

Adil Karim juga mengungkapkan dalam kegiatan survey yang dilakukan oleh World Bank terkait LPI tahun 2022 itu, tidak melibatkan ALFI sebagai responden.

Padahal, ungkapnya, pada tahun 2018 dan tahun-tahun sebelumnya, ALFI pernah dikirimkan quisioner oleh perwakilan World Bank berkaitan dengan survey kinerja logistik nasional.

“Namun pada 2022, kami (ALFI) tidak lagi menerima quisioner World Bank tersebut. Disisi lain, seperti kita ketahui bersama bahwa Bank Dunia itu juga mencari responden dari para pelaku usaha profesional di sektor logistik,” kata Adil.

Sebagaimana diketahui, World Bank telah merilis bahwa logistics performance index (LPI) Indonesia  menempati peringkat ke 63 dari total 139 negara yang dikaji dengan skor LPI 3,0. Catatan tersebut mengalami penurunan 17 peringkat dibandingkan pada 2018 saat Indonesia menduduki urutan ke-46 dengan skor LPI 3,15.

Kinerja LPI itu dihitung berdasarkan enam dimensi, yakni customs, infrastructure, international shipments, logistics competence and quality, timelines, dan tracking & tracing.

Terbitan LPI oleh World Bank yang dirilis 21 April 2023 itu merupakan penyajian data yang dikumpulkan dari 139 negara pada paruh kedua tahun 2022, atau lebih sedikit ketimbang LPI tahun 2018 yang mencapai 160 negara. Namun pada tahun 2020, Bank Dunia tidak merilis LPI.

Sejak diluncurkan pada 2007, LPI telah melakukan penilaian sederhana terkait logistik oleh sumber-sumber profesional tentang seberapa mudahnya mengekspor ke negara tujuan dalam hal kualitas infrastruktur, kualitas ketersediaan layanan logistik, dan hambatan sektor publik.

Namun, merespon rilis LPI itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan angkat bicara dan akan memanggil Bank Dunia (World Bank) untuk membahas laporan tersebut.

Luhut mengatakan dia ingin menanyakan kepada Bank Dunia terkait aspek-aspek yang menjadi kelemahan Indonesia sehingga kinerja logistik nasional melemah.

“Nanti saya akan panggil (Bank Dunia), kita harus tahu di mana kekurangannya dan harus transparan,” kata Luhut saat menjadi pembicara kunci saat menjadi pembicara kunci dalam diskusi Stranas PK “Kok Bisa Rapor Logistik Turun Saat Pelabuhan di Indonesia 20 Besar Terbaik di Dunia” di Gedung Juang KPK, awal pekan ini.

Di sisi lain, dia menyebut penilaian terhadap kinerja logistik di Indonesia tidak adil jika dibandingkan dengan negara lain seperti Singapura. Pasalnya, jumlah dan tingkat pelayanan pada pelabuhan-pelabuhan Indonesia berbeda dibandingkan dengan Singapura